DINDING PUISI 274

DINDING PUISI 274 

Viefa, penulis puisi, aktivis literasi, dan pembawa acara TV (Banyuwangi-TV) sudah lama diskusi dengan saya tentang program on air #radio dan program TV. Selain itu juga diskusi sastra dan teater. Tentu banyak materi yang menarik. Salahsatunya mengenai subyektifitas penjurian dalam lomba baca puisi. Berikut ini sepenggal rangkuman obrolan kami:

Viefa:
Dalam baca puisi itu gimana menurut Mas Gilang? Lebih suka yang polos atau dengan totalitas ekspresi? 

Gilang Teguh Pambudi:
Definisi penyair itu orang yang berbakat dan konsisten menulis atau melisankan puisi sebagai bagian dari proses kreatif dalam hidupnya. Dari komunitas penyair ini akan muncul dua model pembaca puisi. Pertama, penyair yang membaca puisinya untuk sekadar menyampaikan pesan puisi. Yang tidak bisa dicap sebagai teknik baca puisi yang buruk. Kedua, penyair yang ekspresif eksploratif, yang menunjukkan cara baca dan ciri baca yang khas, ekspresif, dan punya banyak daya pukau. Penuh totalitas interpretasi itu. Interpretasi pesan, interpretasi vokal, intonasi dan aksentuasi, interpretasi gerak, dan seterusnya.

Kelompok ini kelak melahirkan para pembaca puisi ---bukan dari kalangan penyair, yang biasa disebut seniman baca puisi. Artis pembaca puisi. Seringkali lahir juga dari lomba-lomba. Yang artinya, lomba baca puisi bukan untuk mencetak penyair. Tetapi pembaca puisi. Ini harus diinsyafi oleh aktivis budaya.

Tetapi dari lomba-lomba baca puisi sering lahir penyair. Terutama penyair yang ekspresif eksploratif itu dalam gaya pembacaannya. Saya termasuk penyair yang juga mengikuti lomba-lomba baca. Meskipun bukan kemenangannya yang jadi ukuran. Sebab dari satu lomba bisa lahir banyak prmbaca puisi yang handal, tapi yang beruntung pegang piala cuma 3-6 orang. Arena lomba juga bisa diterima sebagai arena pementasan puisi. Selain itu daya baca puisi saya sangat dipengaruhi teater. Sebab baca puisi di panggung menurut saya bagian dari teater. Seni pertunjukan. 

Viefa:
Nah ini Mas yang saya maksud. Selain itu, pada saat lomba baca puisi sering kali kita harus jeli siapa jurinya. Karena penjurian ini bersifat subyektif.

Gilang Teguh Pambudi:
Subyektifitas dalam penjurian baca tulis puisi sudah sering saya bahas, baik melalui acara Apresiasi Sastra di radio-radio, diskusi-diskusi, maupun melalui tulisan di media sosial dan blog. Di kalangan yang handal dan terpercaya, meskipun besar peran subyektifitasnya, logika teori sastra dan teknik baca sastranya sangat tinggi untuk menentukan pemenang. Oleh karena itu ujung-ujungnya akan berakhir pada kulminasi kesepahaman, tidak menolak keputusan juri, keputusannya mutlak. Paling-paling dibumbui logika umum, para juara adalah pihak yang sangat beruntung.

Baca puisi di panggung itu TEATER. Seni pertunjukan. Meskipun pembacanya tidak wajib banyak gerak. Boleh juga cuma berdiri atau duduk depan tiang mikrofon.

Kemayoran, 2020 
Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG