YON, TAHUN POLITIK, DAN ERA MASA DEPAN

NUSANTARA KOLAMSUSU 1

Yon pergi
membawa Jum'at

Kemayoran, 05012018
#puisipendekindonesia

-----
Seniman (termasuk musisi dan penyanyi) kritis itu biasa. Bahkan sikap tidak sengajanya, seorang yang cerdas dan kritis akan menampakkan ketajaman dan ketepatan daya kritiknya itu. 

Maka ketika saya tanyakan kepada Yon di Bandung dulu, bagaimana soal musisi idealis dalam perspektif Koesplus, dia menyebut, lagu-lagunya itulah idealis Koesplus. Sengaja saya tanyakan sebab banyak yang gagap di hadapan dua pihak yamg disebut musisi, yang satu disebut musisi idealis, yang lain musisi lagu-lagu cinta. Padahal maksudnya, musisi idealis yang disebut-sebut itu adalah mereka yang teguh mempertahankan prinsipnya, bahkan cenderung tajam dan agresif, terutama dalam melakukan kritik sosial. Artinya, sebutan atau label itu memang tidak salah. Tetapi pelabelan itu tidak bisa dijeneralisasikan, bahwa musisi lagu percintaan menjadi pihak yang dituding tidak melahirkan karya idealis. Itu keliru analisa.

Koesplus punya lagu Desember yang sangat romantis tapi sedih. Padahal Desember itu kesukacitaan jelang perayaan tahun baru. Tentu, itu memang soal lain. Tasyakur bi nikmah, yang di dalamnya ada kesukacitaan menerima segala karunia, adalah suatu kondisi yang tak bisa jauh dari renungan kelemahan dan ketakberdayaan.

------
Tiada seindah masa yang lalu
Pertama kali ku berjumpa denganmu
Tiada terasa saling menyinta
Dan ingin hidup bersama

Reff :
Masa bercinta masa yang paling indah
Walaupun penuh dengan penderitaan
Masa bercinta masa yang paling indah
Walaupun penuh dnegan penderitaan

Kembali ke reff

Tiada seindah kisah cintaku
Di akhir tahun di bulan Desember
Masa yang indah dalam hidupku
Yang tak dapat ku lupakan
------

Apalagi kalau lagu bertema cinta, Desember itu, ditarik ke ruang universalnya melihat kegagalan suatu program pembangunan. Misalnya. Sebagai sebentuk penderitaan dalam percintaan yang indah itu. 

Dalam ranah cinta, itu adalah tragedi pembangunan. Seperti kum, kata para mantan gubernur yang soleh di acara Mata Najwa: tidak enaknya jadi gubernur itu jika kita merasakan ada, apalagi banyak, yang tidak maksimal dari suatu upaya pembangunan. Itu yang menyedihkan. Itu derita.

Jika pada peristiwa alam normal, apapun, bisa ada banyak hal menyedihkan, bagaimana di alam yang tidak normal? Misalnya ketika pembangunan malah kacau-balau? Inilah pintu masuk kritik sosial dari lagu-lagu pop percintaan ala Koes Plus dan Koes Bersaudara.

Yang menjadi seperti kritik sosial. Meninggalkan Desember 2017 memasuki tahun politik 2018, Yon menjadi aksen waktu, meninggal di hari Jum'at, 5 Januari 2018. Seusai Desember, seusai bercinta, seusai bersukacita dalam kebersamaan, menghayati derita, memasuki tahun yang baru. Bahkan kali ini disebut tahun politik, karena ada Pilkada Serentak se Nusantara, yang bakal dilanjutkan pula Pilpres di tahun berikutnya. Banyak pengamat yang menyebut, ini mendulang Pilkada rasa Pilpres.

Bagusnya lagi, lagu Desember yang haru bahagia itu diciptakan Murry, personil Koesplus yang sudah lebih dulu pergi. Di satu sisi menunjukkan, bicara Yon kita mesti bicara Koesplus, karena dia darah besar di situ, apalagi setelah Toni Koeswoyo tiada. Dan bicara Koesplus, tak mungkin melupakan kenyatan Murry yang selalu berkesan tenang, dewasa dan merakyat. Di sisi lain, apakah telah tercerabut pesan kuat sebuah lirik (kata-kata) gara-gara seorang musisi telah pergi? Seperti Yon, bahkan Muri, juga Toni? Tentu tidak. Justru semakin kuat. 

Meskipun di awal tulisan ini kita angkat lagu Desember, tetapi pesan Koesplus yang kuat ada pada semua lagunya. Yang dalam tulisan di Lapangan Banteng (pada sebuah seremoni Lomba Nulis), pernah saya sebut, lagu-lagu Koesplus bagaikan tari pergaulan Nusantara. Dinyanyikan di mana-mana, mengumpulkan orang di mana-mana. 

Ya. Yon pergi mendatangkan duka mendalam. Duka cinta. Tetapi seperti dalam puisi pendek saya: 

Yon pergi
membawa Jum'at

Maka wajar kalau presiden RI, Joko Widodo merasa perlu mengirim karangan bunga dukacita. Itu namanya sedih, 'derita', pada sebuah percintaan yang romantis.

Yon dikabarkan meninggal hari Jumat pagi, dan jasadnya disemayamkan di rumah duka untuk dimakamkan hari Sabtu. Ini juga satu dari beberapa peristiwa yang menengahi. Sebab, memang.benar jika seseorang wafat, ia harus segera dimakamkan, tetapi dalam suatu kondisi tertentu, istilah 'disegerakan' itu bisa ditafsirkan jangan dilama-lamakan, apalagi cuma dilama-lamakan untuk diratapi, itu sangat tidak relijius, tidak Islami. 

Disemayamkan satu malam, adalah logika jasad Yon, yang peristiwanya bisa terjadi pada jasad siapa saja. Tetap di dalam prinsip, memang harus segera dimakamkan, diihlaskan. Sebab itu bernilai syiar besar, "Harus disegerakan pulang ke haribaan Allah yang selalu menunggu dengan cinta yang agung".

Ibarat membuka-buka buku populer, bahkan best seller. Toni Koeswoyo sampai meninggalnya, mendengung-dengung demikian kuat, seperti gambar cover paling menonjol sampai ke dalam-dalam. Lalu Yon, seperti berbagi bab dengan semua personil Koesplus. Semuanya menonjol dan wajib dibaca kalau mau paham, tetapi Yon telah menjadi motor yang khas dan kuat.

Almarhum Murry punya banyak kode. Dan kode yang paling menonjol itu, dia bersaudara dengan semua personil Koesplus meskipun tidak sekandung. Atau, ia itu sekandung secara ilmu, meskipun tidak seibu. Atau, ia sesungguhnya seibu ketika sebagai yatim 'berbapak' hanya kepada Allah.

Saya sukacita menyebut 'hamba yang yatim' kepada manusia yang baik, sebagai ajaran Rosulullah, agar sehati, secinta, seibu dengan para yatim-piatu, yang berbapak hanya kepada Allah SWT. Tidak ribut melulu soal DNA, meskipun ilmu soal DNA juga penting.

Lanjut. Personil Koesplus dan Koes Bersaudara yang hidup dan eksis di usia tuanya masih ada. Di antaranya Nomo dan Yok. Yok sering disebut kembaran Yon. Kalau pakai istilah wayang, mungkin seumpama Nakula-Sadewa. Konon bermula dari kebiasaan bernyanyi duet yamg sangat khas dan serasi, termasuk ketika menjadi pengisi suara latar dengan khas yang beda tapi saling melengkapi. Sedangkan Nomo, selain merupakan personil Koes Bersaudara dia juga dikenal sebagai musisi dari keluarga Koes yang menonjol. 

Bicara soal senioritas mereka di blantika dan bursa musik tanah air, saya selalu mengingatkan. Orang tua seniman itu, kalau dia penyanyi tidak harus selalu dipaksa-paksa tampil nyanyi, sebab di banyak event musik dan diskusi senibudaya, dia masih bisa hadir sebagai narasumber, tanpa harus 'disiksa' nyanyi sampai ngos-ngosan. Hanya untuk memuaskan nafsu nostalgia para pencintanya. Kecuali kalau cuma happy bareng sejenak, nyanyi bersama. Atau syukur-syukur masih bisa nyanyi satu dua lagu. Begitupun kelak jika Ebiet dan Iwan Fals makin tua, makin kakek. Ini patut dibiasakan agar apresiasi kita tidak melulu rendah.

Membaca Koesplus di masa Yon pergi ini, bagi saya penting juga untuk memgingatkan. Baik dalam kapasitas penyair (sesama seniman), narasumber acara Apresiasi Senibudaya, penyiar acara Koesplusan di radio-radio, maupun selaku Koordinator Koes Fans Club. Mari jujurlah kita, bahwa sengaja atau tidak, kita selama ini telah memakai lagu-lagu Koesplus untuk bersosial-politik. Memberi pencerahan apapun kepada masyarajat banyak.

Misalnya kita menyebut judul dan lirik Kembali Ke Jakarta, sebagai semangat nasionalisme yang membara, yang jauh dari kekeruhan sentralisasi. Kita menyebut Indonesia atau Nusantara Kolamsusu, sebagai semangat yang penuh percaya diri membangun kesejahteraan rakyat, dst.

Maka 'era tanpa-Yon', menurut saya, akan selalu terasa sebagai 'era masih bersama-Yon'. Karena ketika seluruh personil Koesplus tiada pun, Insya Allah, Indonesia masih punya sejarah yang dirahmati Allah SWT, efektif di masa depan, 'selalu bersama-Koesplus'.

Tentu. Tentu. Kalau saja tidak bermanfaat untuk masa depan, lagu-lagu Koesplus tidak berguna sama sekali. Itu sebabnya Koes Fans Club yang pernah saya dirikan, lebih menukik pada apresiasi lagu (lirik), termasuk menyiarkannya di radio-radio, menyelenggarakan acara karaoke, atau mengadakan panggung band Koesplusan. Tidak lagi terlalu mengejar-ngejar panggung dari personil Koesplus yang sudah semakin tua itu, apalagi cuma minta tanda tangan. Tentu, Koes Fans Club menurut saya, jauh lebih maju dan dewasa daripada cuma bersikap begitu. 

Bahkan bicara-bicara keunggulan lirik lagunya yang menginspirasi dan memotivasi, itu jauh lebih unggul daripada menghafal tempat tanggal lahir atau tahu celana kesukaan seorang personil Koesplus, atau motornya, tetapi tidak memahami posisi Koesplus pada pembangunan Indonesia. Pengaruhnya pada musik maupun pada apapun.

Tulisan ini saya pungkas dengan lagu yang diciptakan dan dinyanyikan Yon. Sangat fenomenal. Ya, lagu Kembali Ke Jakarta. Karena memang Dia Sang Pengajak (untuk menemui kekasih), yang telah telah dengan sengaja kita tafsirkan dan kita pakai lagunya untuk menemui Indonesia (Jakarta):

Di sana rumahku 
Dalam kabut biru 
Hatiku sedih 
Di hari minggu 

Di sana kasihku 
Berdiri menunggu
Di batas waktu 
Yang telah tertentu 

Reff.
Ke jakarta aku kan kembali 
Walaupun apa yang kan terjadi

Kembali ke reff.

Pernah kualami 
Hidupku sendiri 
Temanku pergi 
Dan menjauhi 

Lama ku menanti 
Ku harus mencari 
Atau ku tiada 
Dikenal lagi 

Kembali ke reff. 
-----

Revisi tulisan facebook, 5 Januari 2018
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG