30. ORANG RADIO INDONESIA 0291-0300

0291
PENYIAR CABUTAN

Penyiar cabutan jelas bukan penyiar serabutan. Sebab penyiar cabutan juga punya profesionalitas. Tapi menarik, kenapa ada juga istilah penyiar cabutan?

Mula-mula, ada Radio yang memakai tenaga penyiar tambahan dari seorang mantan penyiar yang sedang tidak kerja di suatu Radio manapun. Biasanya untuk acara-acara tertentu. Sang penyiar itupun asyik-asyik saja, yang penting dapat honor. Resikonya, selama tidak menjadi tenaga tetap di satu radio ia bisa siaran apapun, kapanpun, di radio manapun, untuk acara-acara khusus saja. Meskipun disebut penyiar cabutan, sesungguhnya yang ini tidak terlalu menyabut karena ia akan ditarik ke suatu Radio jika sedang tidak on air.

Kedua, pada awalnya Radio satu grup. Misalnya sebuah grup, satu direktur utama memiliki 5 Radio. Pada momen atau untuk keperluan acara tertentu, para penyiar bisa dicabut dari radio sana radio sini. Persis penyiar tembak tapi lintas Radio.

Yang ketiga, penyiar cabutan adalah penyiar yang bisa saja menetap di suatu Radio tetapi dalam program khusus atau spesial saja, sehingga ia diberi kebijaksanaan untuk siaran pula di radio lain asalkan tidak sama mata acaranya. Penyiar inilah yang suka terdengar di beberapa radio untuk acara yang berbeda-beda. Tetapi bisa juga sama persis acaranya, jika acaranya itu sewaktu-waktu saja penyelenggaraannya. Misalnya di radio A ia siaran sepakbola Kompetisi Z. Di radio B di bulan lain, ia siaran sepakbola untuk Kompetisi Q. Dan di radio C di bulan lain lagi ia siaran sepakbola untuk ajang S. Tentu tidak cuma di bidang olahraga, acara Apresiasi Seni dan Program Kesehatan pun, apalagi narasumber, bisa pindah-pindah Radio. Selain lintas Radio, penyiar tembak juga bisa lintas media. Misalnya suatu Radio menyelenggarakan acara siaran langsung sepakbola, tetapi penyiarnya diambil dari penyiar atau komentator yang biasa tampil di televisi terkenal.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

------

0292
PENYIAR TAMU

Penyiar tamu adalah sebutan yang mirip dengan istilah bintang tamu. Tetapi menjadi beda karena penyiar tamu memiliki ketentuan khusus, karena kompetensi siaran.

Pada tulisan sebelum poin ini saya pernah menguraikan, salahsatu solusi populer yang bisa dilakukan Radio adalah membuat paket siaran dari seorang artis penyanyi atau bintang film terkenal meskipun rekaman. Meskipun untuk naik jadwal seminggu sekali atau perdua Minggu sekali.

Nah, itu masuk katagori penyiar tamu. Sedangkan bintang tamu, semisal kita wawancara dengan Anisa Bahar atau Gubernur Ahok. Tetapi bukan berarti penyiar tamu harus artis yang terkenal secara nasional. Tidak harus begitu. Penyiar cabutan pun bisa disebut penyiar tamu. Yaitu penyiar yang sewaktu-waktu saja munculnya. Bahkan bagi penyiar cabutan, disebut penyiar tamu jauh lebih syahdu.

Selain itu, penyiar pendamping yang sewaktu-waktu mendampingi penyiar rutin, pun bisa disebut penyiar tamu. Misalnya seperti yang pernah saya praktekkan. Dua orang juara karaoke dangdut Jawa Barat pernah saya panggil untuk jadi penyiar pendamping, atau penyiar tamu, di acara Karaoke Dangdut.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

-----

0293
PENYIAR BERJILBAB

Anda fikir gak ada masalah dengan penyiar berjilbab? Coba pijit kening sejenak. Ah, siapa tahu setelah poin ini selesai dibaca, sebagai Orang Radio maupun orang TV anda baru tahu kasusnya dari saya. Haha. Gak apa-apa. Biasa.

Kalau saya pengarah acara dari suatu mata acara di TV, tentu saya akan mempersoalkan sisi penampilan penyiarnya. Kalau pada acara bernuansa dakwah, mestikah penyiarnya berjilbab? Sebut saja untuk acara deretan lagu religi yang diselingi obrolan Islami, tips, info bahkan kultum dari ustad.

Secara konvensional sebagai orang tv anda bisa saja langsung komen, "Ya berjilbab, minimal pake tutup kepala (kain tiung) untuk menghormati acara. Sebab ngantar mayat dan ziarah kubur saja pada maksain pake jilbab atau kain tiung". Oke. Tapi Anda jangan bohong sebagai orang TV. Untuk acara informasi Dari Mesjid Ke Mesjid misalnya, yang sesekali diselingi sisipan komentar narasumber, termasuk ustad, ketika presenternya cuma membaca teks, tidak divisualisasikan selama durasi 30-60 menit itu, apakah tidak mungkin ternyata penyiarnya tidak berjilbab? Kalau ya, apakah kebutuhan berjilbab itu ternyata karena muncul di layar kaca saja?

Nah. Selamat merenung. Saya pun punya acara Ruang Muslimah. Ini acara setiap Jum'at selama 2 jam. Mengudara pada saat para pria sholat Jumat. Isinya, aneka informasi dan tips Islami untuk muslimah. Dan saya punya penyiar yang berjilbab dan tidak. Keduanya boleh bergantian mengisi acara ini. Apakah keputusan saya ini semata-mata karena penyiarnya tidak dikamera?

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

-----

0294
BELAJAR DARI PENYIAR KERONCONG SUKSES

Sebelum poin tulisan ini saya lanjutkan, ijinkan saya membuat klasifikasi musik keroncong dengan rujukan paling praktis, tentang asli dan tidak asli. Keroncong asli adalah irama musik khas keroncong yang melagukan lagu keroncong. Sedangkan keroncong tidak asli adalah irama musik yang mempersembahkan lagu-lagu yang sudah populer dengam jenis tertentu, misalnya pop, rock, jazz, dangdut, reageae, dll. Tetapi kali ini dikeroncongkan. Pendekatan saya ini jelas beda dengan pengamat keroncong lain ketika membuat klasifikasi keroncong asli dan bukan asli. 

Penyiar yang membawakan acara keroncong, baik untuk satu katagori maupun dua katagori tersebut, tidaklah harus seseorang yang bisa menyanyi keroncong tentu saja.  Bahkan tidak harus penyiar tua. Itu sama sekali tidak benar. Sebab persyaratan penyiar keroncong itu ternyata lebih terbuka dari asumsi kita yang sempit.

Seorang penyiar keroncong, tua atau muda, termasuk MC acara keroncong, yang terpenting sangat menikmati musik keroncong itu. Hatinya sangat jujur terhibur dan sensitif dalam mengapresiasi. Sehingga bisa menembus hati pendengarnya dengan sukacita. Baik pendengar yang segmented dari segi usia, misalnya kelompok umur 25-60 tahun. Maupun segmented secara klasifikasi musik, yaitu ditujukan kepada para pencinta keroncong. Baik tua maupun muda. Itu saja.

Keberhasilan seorang penyiar keroncong ini  bisa jadi pintu belajar Orang Radio Indonesia untuk konsisten dengan profesinya. Betapa seorang penyiar itu yang terpenting memahami dan mencintai  acaranya. Sebab berangkat dari situ ia punya ketulusan merebut hati pendengarnya. Segmentasinya.

Tulisan ini saya buat sambil nonton acara keroncong di TVRI. Bukan karena saya tua bagi paramuda-remaja. Tetapi saya sangat menikmati segala jenis musik. Maka saya pun bangga pernah membuat  program acara keroncong baik on air maupun off air.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

------

0295
PENYIAR TIDAK SIAP

Lucu kalau ada penyiar serba tidak siap ini itu. Padahal sudah sesuai dengan tugasnya, juga sesuai dengan perjanjian kerjanya. Itu pemalas atau sudah malas namanya. Alamat dipecat tentu saja. Tapi ada suatu kondisi yang justru menuntut seorang penyiar untuk menyatakan tidak siap. Kalau bohong, ngaku siap padahal tidak, malah salah.

Ini masalah logis, masalah sikap profesional yang juga pernah kita singgung pada poin sebelum ini.

Jika ada penyiar yang punya spesifikasi penyiar acara-acara tradisi Sunda, dengan logat daerah yang kental, tentu wajar jika ia keberatan kalau Programmernya menunjuknya untuk siaran request lagu pop Indonesia. Sekalipun sebagai penyiar pengganti atau penyiar tembak. Sebab di banyak Radio di Jawa Barat sangat banyak penyiar khusus acara-acara berbahasa Sunda. Terkecuali sudah sepakat, siaran musik pop itu memang sengaja dibuat 'nyunda'.

Selain alasan logat, masih banyak lagi alasan lain yang masuk akal. Penyiar bisa menolak tugas wawancara dengan seorang tokoh tertentu ketika tidak sanggup mengatasi groginya, meskipun ia biasa membawakan acara wawancara dengan narasumber lain yang tidak mendatangkan grogi yang tinggi. Alasan lain, penyiar itu merasa tidak menguasai materi tertentu sementara batas waktu on airnya tidak memberi ruang yang cukup untuk mempelajari. Atau penyiarnya sedang tidak fit kondisi kesehatannya, sedangkan acara itu butuh kondisi prima, dst. Ia bisa menghiba kepada Programmernya, agar yang lebih siap saja yang maju.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

------

0296
SIAPA SIARAN?

Suatu hari saya siaran dengan seorang Wakapolsek. Ini sudah sering kami lakukan. Setelah selesai, baru beberapa langkah meninggalkan ruang siaran ada yang nyapa ke Wakapolsek, "Abis siaran, Pak?" Otomatis narasumber saya itu menjawab, "Ya, biasa, melayani masyarakat".

Jawaban dia tentu benar. Sebab siaran yang dimaksud di sini adalah menyampaikan pesan kepada orang banyak, baik kepada masyarakat terbatas maupun masyarakat umum, melalui media siaran. Wakapolsek memang melakukan itu. Siaran.

Itu artinya siaran bisa dilakukan oleh seseorang yang berprofesi penyiar, bisa juga oleh seseorang yang punya tugas untuk siaran. Memublikasikan sesuatu. Bahkan dari terminologi ini, maksudnya menyampaikan sesuatu, karya grafis di internet yang bukan manusia siaran secara audio maupun audio-visual, pun sedang siaran jika ia menyampaikan pesan-pesan kepada orang banyak. Atau websitenya itu yang sedang siaran. Kalau pesan benda yang dimaksud, maka mirip ketika kita menyebut, sebuah radio atau sebuah tv sedang siaran. Meskipun ada orangnya yang siaran.

Tetapi jika siaran yang dimaksud dalam suatu pembahasan, adalah penyampaian pesan dari seseorang atau beberapa orang penyiar dan narasumber dari media siaran kepada masyarakat, maka bukan benda dan gambar yang menyampaikan pesan, tetapi suara atau perbuatan manusia.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

------

0297
JELANG TAHUN BARU

Dilihat dari perencanaan program sesuai kalender jurnalistik tahunan, tahun baru adalah kode yang berhuruf tebal. Artinya pasti terbaca jauh-jauh hari. Dilihat dari jurnalistik kalender, artinya tiap melihat kalender selalu menginspirasi sesuatu, maka tahun baru pasti spesial.

Ya, tahun baru, atau yang secara khusus suka disebut tahun baru Masehi, memang sudah menjadi tahun baru Nasional secara resmi di Indonesia. Dibuktikan dengan penggunaan kalender ini dalam surat menyurat resmi di lembaga-lembaga negara.

Maka di hari saya menulis poin ini, 10 Desember 2017,  di satu sisi pasti mengingatkan kita bahwa jauh-jauh hari bulan Desember memang sudah menginspirasi Programmer dan para penyiar untuk membuat pesan on air, jelang tahun baru. Di sisi yang lain mau apa lagi, begitu nengok kalender, on air kita pasti mau melakukan sesuatu, yaitu, jelang tahun baru.

Ini menarik. Suatu titik tanggal yang dikenali jauh-jsuh hari, ternyata selalu mendatangkan kesan, menjelang, ketika saat itu tiba, dan seusai perayaan atau suatu peristiwa terjadi. Dan itu selalu menjadi cerita seru atau kisah inspiratif di udara. Selalu begitu.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

-----

0298
KHAS TAHUN BARU MENUTUP FANATISME SEMPIT

Ini penting untuk siaran radio. Karena di Indonesia tercinta yang menghargai keberagaman, nasionalis, bahkan agamis atau Islami, detik ini masih ditandai juga oleh pihak tertentu yang alih-alih memilih berbeda yang beragam itu, tetapi menciptakan suasana bersitegang di tengah masyarakat yang tidak perlu.

Misalnya soal tahun baru, atau tahun baru Masehi. Bahwa pihaknya tidak mau merayakan, bahkan tidak minat, itu sikap yang bisa dimaklumi. Tetapi memprofokasi bahwa bertahun baru Masehi adalah bagian dari kekafiran, atau cenderung kepada kafir itu berlebihan. Untuk itu melihat khas dua tahun baru menjadi penting.

Tahun baru (Masehi, jafemamejujulasonodes), adalah tahun baru resmi bagi nasionalis di Indonesia. Secara relijius, nasionalis itu artinya siapa saja yang mencintai tanah airnya yang dirahmati Allah. Biasanya perayaannya akan cenderung ramai di malam tahun baru, meskipun pemberitaan persiapannya berlangsung sejak awal Desember.

Itu beda dengan taun baru Hijriah (musafrarajumsanirasarasazulhijah), yang di malam tahun barunya tidak terlalu heboh, tetapi tetap semarak dengan cahaya atau obor. Cahaya atau obor tahun baru sudah menjadi pembicaraan dan ikon tradisi Nusantara sejak masa pra-kemerdekaan. Bahkan di zaman para wali dulu. Dan ritual malam tahun baru itu berlanjut dengan pawai di hari pertama, 1 Muharom, dan acara-acara pekan Hijriah atau Pekan Muharom dan berbulan Hijriah selama satu bulan Muharom. Ini khas. Sangat beda konsepnya dengan tahun baru (Masehi) itu. Sebab apa? Dengan kadar khas ini syiar Islam akan sampai. Bahkan jujur, sebagai pribadi muslim, saya antusias menjual ini kepada selera masyarakat secara universal. Tanpa fanatisme sempit. Bahkan saya sudah berkali-kali menyebut di radio, awal Hijriah dan bulan Muharom adalah juga momen Hari Santri Internasional.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

------

0299
PENYIAR TELINGA KANAN

Momen tahun politik, 2018-2019 menginspirasi poin ini untuk bicara soal 'penyiar telinga kanan'. Tentu kita memulainya dengan nasehat dari paratua (sesepuh), bahwa kalau kita mendengar kebaikan, jangan sampai masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Begitupun dalam prinsip penyiar di acara politik. Ketika ia berhadapan dengan calon Bupati, calon Gubernur, calon anggota legislatif, atau tim sukses Pilpres dari partai atau kubu yang berbeda-beda, penyiar harus tetap pasang telinga kanan, menutup telinga kiri. Tidak boleh menyalahkan kebenaran, tidak boleh membenarkan yang salah. Selalu tegas dan kritis. Sehingga yang menang adalah masyarakat pemilih.

Sikap ini harus tetap konsisten dijaga, meskipun penyiarnya sendiri punya hati atau cenderung pada satu calon, partai, atau kubu. Itu biasa. Profesional. Bahkan ada juga penyiar dan jurnalis #Radio yang juga seorang aktivis tim tertentu.

Tidak benar hanya karena masalah kecenderungan itu, maka ketika menjadi pemandu debat, atau talkshow, atau wawancara maka terkesan kita sangat memihak secara keliru, sehingga kebaikan dari 'lawan' politik yang masuk ke telinga kanan direduksi sebagai keburukan. Padahal tugas Orang Radio Indonesia, netral, berada di tengah-tengah. Kalaupun kita mau cenderung pada suatu kubu, mengapa pemberitaan kubu tertentu tidak diperbanyak? Itu logis. Daripada kita kena cap, bodoh. Jangan pula takut seperti yang pernah terjadi, ketika di udara saya pernah bilang, "Sekarang lagi musim merah, kopi merah pun jadi populer". Itu logis. Keluar dari ruang siaran saya ditegur orang, "Tapi semua makanan yang warna kuning pasti enak". Saya kaget. Waduh! Pragmatis. Bagaimana kalau Allah maksa dia makan sesuatu makanan warna kuning yang kebetulan dia tidak suka, bahkan bikin dia muntah? Apa bukan menghina malaikat? Padahal dalam ngaji jihad saya biasa berkata, "Wesi Kuning bisa menaklukkan gunung-gunung". Sekaligus hati-hati, masyarakat pejuang yang kelaparan dan sakit-sakitan, daripada tidak bisa menolong anak-cucu, mereka rela mati oleh peluru emas (kuning)".

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi

-----

300
MENYIKAPI POSISI PENDENGAR
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Tulisan ini dibuat hari Jumat, 15 Maret 2018. Oleh karena itu kita mulai dengan kisah di balik Jumat di Radio.

Pada tulisan sebelumnya, saya pernah membahas program acara mingguan,  setiap Jumat,  pada saat para pria muslim sedang sholat Jumat. Biasanya acara ini diset spesial untuk didengar para ibu dan anak-anak perempuan yang tidak sholat Jumat. Lazimnya, penyiarnyapun seorang wanita. Tapi pertanyaannya, bagaimana kalau penyiarnya pria?

Sepanjang yang saya tahu, penyiar pria yang siaran pada jam sholat Jumat sangat dianggap tabu. Terkecuali jika dalam bentuk paket rekaman. Jika bentuknya paket rekaman, suara para ustadpun bisa disiarkan pada jam sholat Jumat ini. Tetapi tentu saja,  kalau prakteknya di jaman dulu, masyarakat awam tidak tahu-menahu rahasia paket siaran model ini.  Oleh karena itu dibutuhkan penjelasan terus-menerus, edukasi pendengar, bahwa acara-acara tertentu di radio bisa dibuat secara rekaman.

Fakta ini, dan banyak fakta lain, akhirnya bisa membuat kita berkesimpulan.  Bahwa posisi pendengar itu tidak hanya sebagai masyarakat yang tinggal disiram oleh berbagai acara radio saja,  tetapi juga berposisi sebagai pihak yang perlu diarahkan dan diajak ngerti siaran radio. Itu sebabnya saya selalu kritis,  bahwa pemerintah, PRSSNI, KPI dan pihak-pihak terkait lainnya sudah semestinya sampai kapanpun mengedukasi masyarakat untuk cerdas mendengarkan radio. Selain maslah dasar,  juga masalah yang terus berkembang. Selain pihak radio perlu mengucapkan terimakasih juga atas kesetiaan para pendengarnya. Program edukasi ini juga bisa berupa 'kopi darat' dengan para tokoh masyarakat di daerah sejangkau siaran yang merepresentasikan seluruh elemen masyarakat. Ini termasuk salahsatu program yang saya sebut-sebut bisa mengangkat wibawa PRSSNI (sudikah melakukannya?). Dalam hal senibudaya saja, masih banyak tokoh seni dan tokoh masyarakat yang gak ngerti posisi radio di daerahnya bagi tumbuh-kembang senibudaya daerah.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

#PRSSNI
#KomisiPenyiaranIndonesia 
#KPIDJawaBarat
#KOMINFO

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG