SAHABAT SATU KATA

DENGAN SATU KATA

membasuh mesra dengan satu kata
selesai

Kemayoran, 25 06 2018
#puisipendekindonesia
-----

Seingat saya, saya mengenal sosok penyanyi Hari Moekti (Harry Moekti) sejak masih pakai seragam putih abu. Pendeknya, dia salahsatu idola SMA/SPG saya. Pada waktu itu nama-nama lain yang kuat saya ingat di jajaran Rocker adalah Ikang Fawzi, Ahmad Albar, Iwan Fals, Nicky Astria, dll. Ya, meskipun pada Iwan Fals unsur pop, balada, dan country-nya cukup tinggi, sebab dia lebih mengedepankan tema lirik yang bernilai kritik sosial daripada jenis musik.

Hari Moekti kelahiran Cimahi tahun 1957, otomatis lebih tua 15 tahun dari saya.

Yang mengesankan buat saya ketika itu, dia sangat enerjik, laki-laki sekali, dan total dalam menyanyi. Serak dan tarikan suaranya khas. Saya bahkan gak ngeh kalau dia bertubuh pendek. Malah tahunya dari dia sendiri yang ngomong di koran, agak minder karena tubuhnya gak seberapa tinggi. Padahal orang lain seperti saya masabodoh. Apalagi diberitakan dia sangat aktif di pencinta alam, panjat tebing, arum jeram dll.

Bahkan kalau ada yang merasa atletis, tinggi besar, dijantan-jantan, sok jagoan, berlagak preman di atas panggung, apalagi yang bawa badan aja sempoyongan, mungkin gak akan pernah membeli jiwa penikmat rock saya. Bahkan ketika dulu saya beli album pita kaset Ikang Fawzi, tiada lain karena dia rocker yang bertampang sopan dan ganteng. Tidak ada tampang urakan. Apalagi dia berhasil memikat Marisa Haque. Salah seorang wanita pujaan saya waktu SMP. Suka saya senandungkan namanya, Marisaa .. Marisaaa .... Artinya, libido SMP saya pada Marisa Haque yang cantik dan anggun mempesona, berhasil diwakilinya. Haha.

Pun, saya tertarik Ahmad Albar karena beberapa lagu bagusnya, termasuk Syair Kehidupan, Panggung Sandiwara dan Rumah Kita. Karena berhasil menempatkan kita sebagai, MANUSIA YANG MANUSIAWI.

Bagi saya Hari Moekti pun berhasil memukau dalam beberapa lagu. Tetapi yang paling dekat dengan jiwa kepenyairan dan kesenimanan saya adalah lagu SATU KATA. Ini liriknya:

SATU KATA

Hanya satu kata
Tiada tempat terucap
Walau kita berjumpa
Dan saling menyapa

Hanya satu kata
Kembali karam di hati
Walau sering bicara
Sampai lupa waktu

Dimana kuharus mencari
Sebuah kata yang hilang
Saat denganmu

Bukan banyak kata
Ketika ingin bicara
Tentang bara di dada
cukup satu kata

Jangan kau ragu dan membisu
Ucapkan saja isi hatimu
Lewat satu kata
Ketika ingin bicara
Tentang bara di dada
Cukup satu kata

---

Di saat ada kabar dia meninggal,  24 Juni 2018 kemarin dari Media Sosial, seraya berdoa dan mengucap selamat jalan, langsung saya terkenang masa-masa SMA saya di Kota Sukabumi. Setidaknya ia hari ini menjadi teman saya yang pulang. Teman dalam sekat imajiner, karena belum pernah ketemu langsung. Sama sekali.

Apalagi sejak jadi Orang Radio Indonesia di awal tahun 90-an, otamatis saya jadi sangat dekat dalam keseharian, sampai puluhan tahun, dengan musik rekaman dan nama-nama penyanyi. Termasuk dengan Hari Moekti. Selama itu saya juga menyeleksi lagu-lagu yang pantas disiarkan dan yang tidak. Berani melawan industri rekaman.

Secara khusus, sebagai Narasumber Senibudaya di radio-radio saya punya spesifikasi beberapa nama penyanyi dengan judul-judul lagu terpilih yang rutin saya siapkan dalam LIST LAGU KOMPUTER untuk acara seminggu sekali itu. Nama-nama itu misalnya, Ebiet GAD, Bimbo, Koesplus, Iwan Fals, Leo Cristi, Ully Sigar Rosady, Anto Baret, Sawung Jabo, Kantata, Ahmad Albar, Nugie, Dik Doang, Hari Moekti, Sujiwo Tedjo, Emha Ainun Nadjib, Harry Roesly, Opik, Ahmad Dhani, dll.

Sayangnya dari daftar nama-nama itu gak banyak yang pernah bertemu di event seni, atau sempat bicara-bicara dengan saya. Meskipun sebagai orang radio saya pasti ketemu dengan tidak sedikit artis dan penyanyi. Kalau harus mengingat satu-dua nama secara spontan saat nulis ini, yang pernah bertatap muka dengan saya misalnya di rock, Ikang Fawzi, di dangdut Cucu Cahyati, Anisa Bahar, Lilis Karlina, di pop Ebiet GAD, Koesplus, dan banyak lagi lah. Lupa.

Meskipun dengan Hari Moekti hanya ketemu di kuping dan depan TV, saya tetap saja puas dan merasa berteman dengan dia, terlebih karena lagu SATU KATA. Lagu ini tidak cuma muncul dalam program request harian yang saya buat untuk seluruh penyiar, tetapi secara khusus masuk Box Acara Apresiasi Senibudaya saya.

Setelah dengar kabar dia jadi Ustad yang suka berdakwah ke mana-mana, sampai meninggalkan musik, saya sempat berfikir, itu bagus, tetapi sesungguhnya sebagai penyanyi pun dia masih punya ruang besar untuk berpesan agama. Setidaknya melalui kalimat panggungnya, lirik lagu, wawancara proses kreatifnya, dan melalui publikasi keartisannya. Sebab dunia seni pun butuh seniman yang berjiwa ustad. Yang menyampaikan pesan-pesan itu dalam bahasa seniman secara langsung dan khas. Termasuk dalam proses kreatif berkesenian.

Meskipun demikian, saya tidak pernah menolak hidayah pada seseorang untuk menjadi ustad. Termasuk pada Gito Rollies.

Selamat jalan sahabat SATU KATA.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama.gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG