BHIN BHIN, ATUNG, KAKA, ASIAN GAMES DAN PRESIDEN

JALAN UMUM

seorang ibu sedang memasak sayur 
di dapur
tentu, tentu tidak butuh suara berisik
gergaji mesin 
kecuali karena dia tahu, 
sebuah pohon besar rubuh 
menghalangi jalan umum

Kemayoran, 24 07 2018 
#puisipendekindonesia 
-------

Ada banyak cerita di balik burung Cendrawasih (paradisaea apoda), Rusa Bawean (hyelaphus kuhlii), dan Badak Bercula Satu (rhinoceros sondaicus). Apalagi setelah lama disimbulkan dalam masyarakat tradisi di Indonsia, dan sekarang dimaskotkan dalam Asian Games Indonesia, Jakarta-Palembang, 2018. Dalam Asian Games ini maskot Cendrawasih bernama Bhin Bhin, Rusa bernama Atung, dan Badak Bercula Satu bernama Kaka. Konon penamaan itu bersumber dari semangat kebersamaan bangsa Indonesia, Bhineka (bhin bhin)Tunggal (atung) Ika (kaka). Yang artinya, meskipun berbeda-beda, kita tetap satu.

Untuk itu, kali ini ayo kita masuki ruang yang ini. Semoga kita tahu. 
-----

BHIN BHIN

Teman-teman, ini Bhin Bhin mau cerita. Aku adalah seekor burung. Cendrawasih namaku. Populer dari kawasan Irian Jaya Indonesia Timur, alias Papua. Dijadikan maskot oleh Panitia Asian Games Indonesia, 2018. Wajar saja kan? Karena dari sejak jaman dahulu, Indonesia memang sudah sangat kenal dan membanggakan burung Papua ini. Tidak cuma kenal secara tradisional, dari mulut ke mulut, tetapi juga secara sistematis melalui kurikulum pendidikan nasional, seluruh pelajar pasti mengenalnya. Mustahil tidak. Belum lagi pemberitaan berbagai media juga turut aktif mengangkat citra burung yang satu ini. Bahkan sampai media massa internasional. Sebagai satu jenis burung yang langka dan sangat eksotis, menonjol bentuk tubuh, bulu-bulunya, dan juga kelirnya.

Dalam seni tradisi di Papua, burung Cendrawasih juga banyak menginspirasi tari-tarian. Bisa secara langsung sebentuk gerak lincah seperti tarian burung, bisa juga model bulu-bulunya saja yang menginspirasi berbagai aksesoris tarian dan pakaian adat.

Tetapi seiring perkembangan waktu, dengan tanda-tanda akan punahnya burung langka ini, maka wajar jika penggunaan akaesoris bulu Cendrawasih untuk tarian-tarian Papua diganti dengan bahan tiruan, bukan asli bulu cendrawasih. Ini tentu sangat menantang kreatifitas seniman, tanpa mengurangi daya megah tradisinya.

Yang menarik, tari Cendrawasih ada juga yang khas Bali. Sangat populer.

Dalam komunikasi budaya, bahkan dalam prinsip Politik Kebudayaan, Cendrawasih adalah ikon yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan sebanyak mungkin pesan kebaikan, pesan peradaban manusia. Sehingga dipilihnya sebagai Maskot Asian Games nampaknya sangat masuk akal bangsa Indonesia dan manusia dunia.

Keberadaan Cendrawasih yang menonjol di kawasan Asia, juga merupakan kebanggaan bersama di wilayah ini, yang wakil-wakilnya bakal bertemu dan unjuk prestasi olahraga internasional, mulai Agustus 2018. Jadi, aku tidak akan disiapa-siapa oleh seluruh kontingen olahraga se-Asia dan masyarakat penonton di seluruh TV Asia dan dunia. Bahkan mereka pasti ingin tahu lebih banyak tentang aku.

Sebagai maskot Bhin bhin disebut-sebut sebagai lambang strategi. 
------

ATUNG

Atung adalah Rusa Bawean asli Indonesia. Teman-teman pasti sudah banyak tahu tentang aku. Bahkan pasti dikaitkan juga dengan kisah Istana Bogor yang sudah menjadi berita dunia dari masa lampau, tentang sebuah istana kepresidenan yang dihuni oleh banyak sekali hewan bertanduk eksotik ini. Tapi sesungguhnya itu dua rusa yang beda. Namun secara prinsip keduanya sama-sama rusa.

Aku akhirnya dipilih oleh Panitia Asian Games Indonesia 2018 sebagai maskot. Sebab Atung termasuk jenis hewan pemakan rumput yang sangat familiar. Sangat disukai anak-anak pada saat melihatnya dari jarak dekat. Terkesan dekat seperti binatang peliharaan pada umumnya dan tidak menunjukkan tampang buas.

Bahkan secara internasional, jenis binatang rusa ada di mana-mana, meskipun punya khas atau spesifikasi khusus yang bisa membedakan. Sehingga sangat mudahlah para manusia bumi memahami, bahwa model binatang ini adalah simbul yang sangat familiar juga untuk menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan dengan sangat akrab.

Semoga Atung bisa memberi citra Tuan Rumah Indonesia, sebagai pihak yang sangat baik dan sukses memperlakukan para tamu dari berbagai negara yang akan bertarung dalam laga olahraga Asia.

Sebagai maskot Atung disebut-sebut sebagai lambang kecepatan.
------

KAKA

Hai aku Kaka. Aku termasuk binatang langka di dunia, di Asia dan di Indonesia. Kaka adalah nama pemberian dari Panitia Asian Games Indonesia 2018. Nama asliku tentu sudah kalian kenal, ya, Badak Bercula Satu.

Badak bercula satu sejak dulu juga sudah sangat terkenal dari daerah Ujung Kulon, Pulau Jawa. Bahkan termasuk binatang yang sering dipakai simbul di dalam kehidupan masyarakat tradisional. Sayangnya ada juga istilah yamg kurang sedap seperti, muka badak, dasar badak, dst. Tapi ntar dulu. Badak juga disukai justru karena tampang keras dan kulit tebalnya. Anggota Pramuka dan Pencinta alam pasti mengenalnya sebagai lambang semangat pemberani, pantang menyerah, penuh percaya diri, tidak minder, tidak ragu-ragu, berani karena benar, bahkan berani beda pendapat meskipun beda dari pendapat umum.

Itu sebabnya, kalau ada seseorang atau sekelompok orang, merasa telah bersikap benar, baik sesuai undang-undang negara ataupun Kitab Suci, meskipun pendapatnya itu kadang kurang umum, maka pihak ini biasa disebut sebagai Kelompok Badak atau Kelompok Badak Putih. Dan konon, menurut cerita rakyat atau mitos, orang yang bisa ngangon (menggembala) badak adalah orang sakti atau wanita sakti.

Bagi Asian Games Indonesia, 2018, ketika Bhin Bhin (Burung Cendrawasih) diharapkan menjadi daya tarik yang mempesona, termasuk eksotika wisata Asianya, Atung (si Rusa) melambangkan keakraban yang hangat, sangat dekat antar bangsa, humanis-pluralis, maka aku sebagai Kaka (Si Badak Bercula Satu) adalah kebesaran, keperkasaan, dan mental juara yang senantiasa sportif.

Sebagai maskot aku disebut-sebut sebagai lambang kekuatan.

Semoga Asian Games Indonesia 2018 benar-benar sukses! Senantiasa dalam lindungsn Allah SWT.
-----

Nah demikianlah perkenalan kita dengan tiga maskot Asian Games 2018, yang menggantikan maskot sebelumnya Drawa. Menurut informasi maskot Drawa banyak dikritik masyarakat. Saya tidak terlalu melihat sisi krusial dari kritik atas bentuk Drawa, tetapi memaklumi sebagian dari kritik itu serta memaklumi penggantiannya. Sebab itu hak panitia. Itu saja. Pada maskot Drawa muncul performa pakaian silat dan lambang cendrawasih. Silat falsafahnya mencetak jawara, pejantan tangguh, manusia survive dan penegak keadilan. Cendrawasih menjual eksotika wisata alam Indonesia. Itu sah-sah saja. Kalaupun ada penekanan pada aksesorisnya, mungkin supaya merepresentasikan Jakarta-Palembang. Sementara pada tiga maskot terbaru, kesan motif Asmat, sarung Tumpal Betawi dan aksen Palembangnya dimunculkan sebagai aksesoris pelengkap. Itu bagus.  

Kesuksesan Asian Games kali ini adalah kesuksesan bangsa Indonesia dalam ajang turut serta membina pergaulan dunia yang damai, tidak cuma dalam pemahaman kompetisi olahraga saja. Apalagi Indonesia baru menjadi tuan rumah untuk yang kedua kalinya. Butuh perhatian dan sentuhan yang serba spesial dan optimal di berbagai aspek. Kalau tidak, ajang besar ini hanya akan berlalu, menjadi kabar yang nenguap begitu saja.

Secara khusus, juga akan menjadi bola manis dari era kepemimpinan Presiden Jokowi. Mau tidak mau harus begitu. Kita tidak boleh terjebak pendapat pragmatis yang menyebut, Jokowi cuma ketiban kebetulan, sebab perencanaan Asian Games sudah jauh-jauh hari. Itu sangat pragmatis! Itu lebih tepat disebut, cuma mau eker-ekeran. Cakar-cakaran. Jauh dari naluri bijak. Sebab tugas eksekutif memang mengeksekusi pembangunan di segala bidang. Tanpa eksekusi yang tepat maka batallah posisi dan kewajiban strategisnya. Sebab belakangan ini terlalu banyak kepentingan politik di dalam negri yang tidak manusiawi melihat sisi baik dan sisi benar sebuah kebijakan. Bahkan sampai tercium jurnalis luar negri. Itu sangat buruk. Maklum, 2019 akan ada agenda Pemilihan Presiden. Dan hebohnya, Jokowi masih dijanjikan undang-undang untuk maju lagi.

Apalagi di Indonesia, Jokowi bahkan masih jauh lebih wangi bagi lawan politiknya daripada Donald Trump di negri demokrasi Amerika Serikat sebelum pemilhan presiden. Coba ingat-ingat. Situasi negara pun saat ini tidak genting dan gonjang-ganjing, meskipun cobaan terhadap nasionalisme-relijius kita masih suka dapat gangguan.

Kalau suatu saat di masa depan, terjadi peristiwa yang serupa tapi tak sama, tentu eksekutif saat itu pun akan berada pada posisi strategis yang mesti dipahami. Kecuali salah kaprah dan dosa-dosanya. Begitupun kita melihat ke masa lalu. Salah kaprah dan dosa-dosanya selalu menjadi kalimat gelap yang tidak akan pernah membanggakan anak cucu kita.

Tudingan pragmaris kepada Jokowi juga terasa melalui kabar terakhir soal Freeport, salahsatunya. Ketika pemerintah memberi sinyal optimis terhadap kemajuan di sana, para pihak yang apatis dalam bahasa politis menyebut dua hal. Pertama, Jokowi cuma ketiban kebetulan. Kebalikan dari ketiban sial. Padahal teoritisnya, kebetulan yang baik pun adalah prestasi, seperti dalam cabang olahraga apapun di Asian Games, karena telah bersusah payah menghadapi peluang terjadinya kebetulan yang sial.

Kedua, pendapat yang menyebut, soal Freeport mestinya disudahi dengan berakhirnya apapun yang berwujud kerjasama yang merugikan rakyat. Yang artinya, ada yang mengambil kalimat di depan, sangat di depan sekali, yaitu ketika Freeport hilang sama sekali tanpa bekas apapun ---entah seperti apa caranya---, sementara rakyat Papua sangat-sangat sejahtera tanpa itu. Sebuah jurus pukul untuk Jokowi. Sekali lagi, itu meminjam keadaan yang belum terjadi di masa depan, hanya jika itu telah terjadi. Menjadi sebentuk kesempurnaan paling ideal yang dibela takdir. Tidak ditolak sejarah. Jika Freeport hanya berupa masa lalu yang kejam. Dan komentatornya berharap muncul sebagai peramal jitu.

Dan, nah lho. Di mana Si Komodo, Si Harimau Sumatra dan binatang langka Indonesia yang lainnya? Gak di ajak-ajak nih? Kali ini pake jurus pilih kasih?

Sssstttt, jangan ribut. Kalau maskotnya terlalu banyak bisa berubah jadi arena kebun binatang. Haha!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com
-----

#AsianGames
#AsianGames2018
#AsianGamseIndonesia
#AsianGamesIndonesia2018
#AsianGamesJakartaPalembang 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG