JUMAT KITA

TARIAN JUMAT BHINEKA 

kalimat suci dan doa-doa Jumat 
menegakkan tiang-tiang mesjid
mengabarkan harum wangi kubahnya
mengangkat agung mihrabnya
memberi teduh luasnya
jauh sebelum tiba waktu sholat Jumat

tubuh-tubuh rindu 
dari seluruh penjuru merapat Jumat 
di desa 
di kota 
utara, selatan, barat, dan timur
dirangkum pertemuan satu simpuh
perbedaan kerja, sosial, bahkan cara berfikir
runduk satu ruku satu sujud

jalan-jalan panjang lapang
gang-gang membuka diri sampai ke ujung 
taman-taman pesona sorga 
halaman-halaman penuh salam
pohon dan air kali mengamini
malaikat menepuk jubah kesaksiannya

siapa membunuh kebhinekaan di situ?
kecuali menolak persegi Ka'bah, Baitullah
menikam lengkung pintu-pintu mesjidnya

siapa mematikan cinta,
ruh kamanusiaan
yang beragam suku, bahasa, dan agama?
kecuali tak paham makna, 
satu-satunya jalan lurus
satu-satunya arah kembali

pada setiap tunai Jumat
senyum merekah 
langit-langit merendah
kalimat-kalimat menakjubkan dan terbuka
keluarga di naung bahagia

rumah-rumah satu lingkaran
dalam gelombang suara azan
satu simpul anyaman, kepedulian cinta
seperti jala laba-laba, seribu mesjid satu belaka

Jumat berkah
Jumat keramat 
Jumat agung 
gerbangnya seluruh panggilan 
semaraknya keindahan 
qasidahnya Jumat bersih Jumat sehat 
heningnya syukur dan bahagia
tiba soorenya teduh dan damai
malamnya kenang-kenangan dan kenyamanan
paginya kebangkitan-kebangkitan

Kemayoran, Jumat, 04 01 2019
-------

Masyarakat kita sangat tidak asing dengan sebutan Jumat berkah, Jumat keramat, Jumat besar, Jumat mulia, dan Jumat agung. Bahkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan kita juga mengenal istilah yang sudah sangat familiar, yaitu Jumat bersih dan Jumat sehat.

Jumat berkah, karena seluruh keberkahan dimulainya di hari Jumat. Sehingga mengisyaratkan bahwa muslim adalah pribadi sosial yang sangat memahami hidup berprikemanusiaan. Kontruksi dirinya adalah, manusia dan kemanusiaannya. Mustahil seorang yang sangat individualis memahami kemanusiaan, atau yang kadang oleh penulis atau pemateri tertentu disebut, 'kemanusiaan dalam k-besar'.

Jika paham Jumat berkah ini dipahami oleh mereka yang KTP-nya non-muslim, mereka akan memahami kedalaman Islam yang rahmatan lil alamin itu. Islam berkah bagi dunia, bagi semua.

Jumat keramat, sering dipahami secara khusus meskipun sesungguhnya berangkat dari seluruh aspek yang serba umum. Hal ini karena selain menelusuri syareat yang lapang, Jumat juga memindai jalan-jalan tarekat. Yaitu jalan-jalan hamba Allah untuk menggapai tujuan-tujuan bersama dan tujuan-tujuan pribadi tertentu yang mulia. Jalan-jalan sunyi. Kalau tidak demikian, maka prinsip Jumat telah meninggalkan sebagian urusan. Dan itu tidak mungkin.

Secara awam, keramat sendiri bisa dipahami kebaikan. Sehingga Jumat keramat artinya Jumat yang menunjukkan segenap kekuatan dari kebaikan. Itu sejurus dengan jawaban atas pertanyaan, apakah benar kebaikan hidup itu memiliki kekuatan? Benarkah itu senjata keadilan? Benarkan itu jaminan cinta kasih sesama manusia?

Itu sebabnya tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh sudah biasa melakukan gerakan masal di mana-mana, di berbagai intansi dan kelompok masyarakat untuk menyukseskan Jumat bersih dengan membersihkan lingkungan sekeliling dan Jumat sehat dengan berolahraga dan menyosialisasikan cara hidup sehat. Karena dengan demikian akan sangat mudah dipahami manfaat dari kebaikan-kebaikan itu. Manfaat dari hidup bersama, saling mencintai, menghormati serta saling perduli. Manfaat dari hidup yang bersih, bersih diri dan bersih lingkungan. Serta manfaat dari hidup yang sehat, sehat jamaniah dan sehat rohaniah.

Dengan titik mula yang sederhana dan memasyarakat itu kita mulai memasuki gerbang keramat/ karomah Jumat. Mulai memahami prinsip dan maunya Jumat. Dan kelak menuai, Jumat mengandung kekuatan apa saja?

Bahkan ketika ada tanda-tanda, kode-kode, lambang-lambang, huruf dan kata-kata tertentu, kalimat yang terbuka dan yang tertutup, pesan-pesan, tafsir-tafsir, yang sebagian tidak mudah dibuka, dan sebagian ada di pintu-pintu rahasia, kita bisa menemuinya karena berkah Allah yang maha mulia. Karena kita telah ihlas memulainya dengan cara yang paling sederhana. Ihlas berbuat baik apa saja.

Kunci ihlas, tentu memiliki kekuatan untuk menerima kebenaran dan kemuliaan apapun. Sehingga seluruhnya akan sampai pada tempatnya. Sebab bagi jiwa-jiwa yang tidak ihlas, dia akan tertutup dan gelap. Terhenti sebelum sampai.

Kalaupun Jumat dikaitkan dengan benda dan senjata keramat tertentu, pasti maksudnya ---jika tidak sesat, akan sampai pada maksud-maksud mulia dari tanda, pesan-pesan atau isi benda atau senjata itu. Sebab setiap kesesatan yang menyesatkan tidak pernah bernilai keramat sama sekali.

Selain Jumat berkah, Jumat keramat, dan Jumat mulia, kita juga mengenal istilah Jumat besar, atau Jumat Agung. Terutama jika hari Jumat bertepatan dengan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Tetapi sesungguhnya, sebutan demikian berlaku juga bagi seluruh Jumat yang kita jalani. Itu sebabnya kita masih suka mendengar para khotib menyebut, "Bersyukurlah kita yang di hari ini bisa berkumpul di hari Jumat yang dimuliakan Allah, Jumat yang agung ini". Kalimat itu biasa diucapkan meskipun tidak bertepatan dengan dua hari raya itu. Mengapa?

Disebut Jumat besar atau Jumat agung karena menurut Islam, di hari itu telah terjadi pertemuan dua hari raya, yaitu hari raya Jumat, hari raya kecil (mingguan), dengan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha (tahunan). Maka keberkahan yang sangat besarlah yang sedang terjadi di hari itu. Suatu peristiwa yang tidak rutin terjadi.

Tetapi bagi ulama yang sidik, tradisi Jumat itu sesungguhnya mendekatkan yang berjauhan, dan merapatkan yang berdekatan. Seluruhnya fokus pada satu sentrum keteladanan. Maka berhidmad kepada Jumat besar atau Jumat agung di dua hari raya itu, ulama ini bermaksud menarik seluruh waktu, seluruh rahasia, seluruh adab dan seluruh pesan ke dalam satu majlis besar, yaitu momen sholat Jumat. Sehingga meskipun para khotib tidak membahas Idul Fitri dan Idul Adha di hari-hari Jumat yang rutin, tetapi pada setiap Jumat seluruh hamba Allah boleh mengingat, memikirkan, memetik hikmah dari Romadon, Idul Fitri, Syawal, Idul Adha, naik haji dst. Sebab pada hakekatnya manusia itu adalah mahluk berfikir atau mahluk mengingat. Untuk itu dengan menyebut 'Jumat yang agung' setiap saat, ulama ini bermaksud mengingatkan ruang pengajian agama yang luas itu, melalui forum pertemuan yang singkat.

Tentu sangat tidak diinginkan kalau sampai terjadi, umat Islam tercerabut dari paham Romadonnya, dari paham Idul fitri dan Idul adhanya, dari paham Syawal, paham haji, juga tercerabut dari paham maulid Nabi SAW, isra mi'raj, semangat hijrah, dll, karena kebetulan tidak sedang berada pada momen itu. Maka penyebutan Jumat yang agung adalah pintu untuk mengingatkannya. Meskipun tema khutbah sedang mengarah pada persoalan-persoalan praktis di suatu saat tertentu, contohnya dalam tema, 'berserah diri kepada Allah di musim bencana'. Yang tentu saja tidak mungkin dikait-kaitkan dengan seluruh peristiwa besar dan hari-hari besar Islam. Sekali lagi semata-mata karena manusia itu mahluk yang selalu berfikir dan mengingat. Sehingga kita pun sering mendengar kalimat, 'dan ingatlah' atau kalimat, 'bagi orang-orang yang berfikir'.

Dari uraian singkat ini, kita telah merasakan pesona Jumat, makna Jumat, manfaat Jumat, dst. Bahkan kita telah memasuki istana Jumat yang megah, yang luasnya jauh lebih besar dari dunia ini. Itulah Jumat kita.

Terakhir, dalam proses kreatif penyair, ketika sebanyak mungkin pesan dipastikan bisa lahir dari satu pilihan tanda yang dipilih, yang hakekatnya diberi Allah, maka dalam sekali merenung, ia akan merengkuh sebanyak mungkin peristiwa yang menakjubkan, yang mencerahkan, dan yang menyadarkan. Meskipun untuk puisi yang super pendek sekalipun. Menurut istilah yang menunjukkan kecerdasan lokal kita, ruang kualitatif ini telah menunjukkan sikap, mencapai ketercukupan perseginya.

Terkait puisi yang saya simpan di awal tulisan ini, yang berjudul Tarian Jumat Bhineka, sesungguhnya terinspirasi oleh imaji saya tentang seorang mujahid muslim dalam wujud Ksatria Jumat. Ia bergerak, menderap, siaga, tetapi juga mengalur waktu, mendetik, melentur angin, meluas. Mengihjau daun. Meruang, meniada kuasa. Mencapai titik sampai dari pangkal mulai. Berpusar. Meninggi dalam kelemah-lembutan. Tegas dalam kesantunan. Menguasai depan dan belakang. Salam ke kanan, lalu ke kiri. Sendiri yang banyak. Keramaian yang sepi dan hening. Rindu yang tumbuh, cinta yang menggejolak, dan kesetiaan yang utuh. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Tetapi pada kenyataannya, puisi itu memang tidak menggambarkan orang yang sedang menari. Begitulah.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG